Sejak jadi ibu rumah tangga, jumlah orang yang kuajak ngobrol jadi berkurang sekali. Bahkan secara keseluruhan, temanku bisa dihitung dengan dua tangan saja. Tentu saja yang bisa kuajak ngobrol tidak sampai setengahnya. Mungkin hanya satu atau dua orang saja.

Kadang-kadang, hal ini membuat frustasi juga. Aku jadi kehabisan cerita, dan sekalinya mendapat teman cerita, kalimatku jadi sedikit amburadul. Kadang-kadang bahkan menjadi oversharing.


Tapi setelah kupikir lagi, mungkin ini hal yang normal. Dalam fase tertentu hidup, kehilangan jumlah interaksi bukan hal yang asing. Semakin bertambahnya usia, obrolan jadi berkurang banyak, notifikasi juga semakin sepi, dan kadang-kadang ada jeda percakapan yang datang tiba-tiba.

Bagi sebagian orang, perubahan ini adalah bagian dari konsekuensi atas pilihan hidup. Menjadi ibu rumah tangga, misalnya. Atau pindah kota, pekerjaan, atau fokus pada peran tertentu. Namun, sebagian orang juga mengalaminya sebagai proses yang terjadi tanpa disadari.

Berkurangnya lingkaran sosial dan menipisnya intensitas komunikasi bukan sekedar keluhan kasual. Jika tidak dihadapi dengan baik, fenomena ini juga bisa membuat frustasi hingga memengaruhi kesejahteraan mental seseorang.

Mengapa Sepi Obrolan Membuat Frustasi?

Sebagai manusia, kita membutuhkan rasa saling memiliki dan relasi sosial. Tanpa interaksi yang memadai, kita akan mulai merasakan "kekosongan" yang sulit dijelaskan. Karena sebagai individu, kita juga membutuhkan validasi: diakui, didengar, dan dirasakan keberadaannya.

Ketika jumlah teman berkurang, kita bukan hanya merasa kehilangan momen berbagi cerita. Tapi juga kehilangan makna keberadaan kita di tengah kehidupan orang lain. Dalam psikologi, hal ini dikenal sebagai social connectedness, atau rasa terhubung dengan lingkungan sekitar.

Maka, bukan hal aneh jika aku merasa kehabisan topik cerita karena lingkup interaksi yang menyempit, merasa cemas karena kalimat yang terdengar amburadul, hingga oversharing sebagai bentuk kehausan berbagi cerita.

Oversharing sendiri sebenarnya tidak selalu berarti buruk. Dalam banyak kondisi, oversharing merupakan mekanisme bawah sadar untuk menciptakan koneksi dengan orang lain. Biasanya, saat seseorang merasa tidak punya ruang aman untuk berbicara, dia akan cenderung membagi cerita secara berlebihan saat ada kesempatan. Ini semacam cara otak melepaskan beban emosional yang selama ini tertahan.

Mengatasi Sepi dalam Hidup yang Ramai

Meski begitu, selalu ada jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan kembali koneksi yang terasa hilang. Misalnya dengan menyadari bahwa koneksi yang berkualitas lebih penting dari kuantitas, menemukan ruang aman untuk berbagi, merekonstruksi identitas di luar peran domestik sebagai ibu rumah tangga, hingga berlatih mindful communication.

1. Koneksi Berkualitas Lebih Penting dari Kuantitas

Relasi yang mendalam jauh lebih berharga dari banyaknya jumlah teman. Jika ada satu atau dua orang teman dekat yang bisa diajak berbicara kapan saja, sebenarnya sudah cukup untuk membantu kita menjaga kesehatan mental.

2. Temukan Ruang Aman untuk Berbagi

Tidak harus berbicara dengan orang lain, ruang aman juga bisa berupa jurnal, komunitas online, atau grup minat tertentu. Dengan memiliki ruang yang aman untuk berbagi dan mengekspresikan diri, kita bisa memiliki alur berpikir yang lebih teratur sebelum berbicara secara langsung.

3. Rekonstruksi Identitas di Luar Peran Domestik

Selain sebagai ibu rumah tangga, penting juga untuk menemukan passion, hobi, atau peran kecil di luar rutinitas sehari-hari. Hal ini dapat membantu membangun kepercayaan diri dan memicu obrolan yang lebih kaya.

4. Berlatih Mindful Communication

Misalnya dengan berlatih berbicara dengan sadar dan tenang. Sehingga, kecemasan saat berbicara dapat berkurang sedikit demi sedikit. Coba juga untuk mendengar dan memberi jeda sebelum berbagi cerita.

Kita Semua Pernah Sepi

Pada akhirnya, kesepian, kehilangan obrolan, atau kebuntuan komunikasi adalah hal universal yang dialami hampir semua manusia. Bukan hanya ibu rumah tangga, pegawai kantoran, atau siapa pun di usia berapa pun bisa merasakan kesepian. Namun, di tengah semua itu, selalu ada jalan untuk menemukan koneksi lagi.