Sejak kecil, aku merasa kalau setiap rumah, setiap momen, setiap waktu, punya wangi sendiri. Aku kira, aku aneh karena bisa mencium wangi waktu. Jadi, semakin dewasa, aku mulai mengabaikan wangi-wangi tersebut dan mulai merasionalkannya.
Wangi khas di rumah temanku, mungkin perpaduan wangi dupa, pewangi lantai, dan parfum yang dipakai orang rumahnya. Sedangkan wangi pagi, mungkin perpaduan wangi tanah, embun, dan pewangi pakaian orang-orang yang menjemur baju di pagi hari. Juga wangi sabun yang mengalir di selokan-selokan kecil. Wanginya tenang, menenangkan.
Ada satu wangi yang kusuka, kubilang itu wangi masa kecil. Memorinya dari tahun 90an. Saat ini, wangi itu sudah jarang sekali kutemukan. Tapi saat wangi itu datang, memori masa kecil menyeruak begitu saja.
Anak-anak yang sibuk berangkat sekolah dengan bedak cemong di wajah. Ibu-ibu yang sibuk menjemur pakaian atau menyuapi anak. Bapak-bapak yang tertawa sambil memandikan burung di halaman rumah. Riuh bocah-bocah yang turun dari mobil jemputan, dan lain sebagainya.
Aku suka sekali wangi itu. Kadang aku menciumnya saat sedang bersantai. Kadang saat cuaca sedang segar. Kadang juga saat datang ke kampung yang belum banyak jalan raya. Wanginya nostalgic. Kalau bisa, aku ingin wangi itu selalu ada. Karena menyenangkan. Karena menenangkan.