Menjadi orang tua tentu saja bukan hal yang mudah. Siapapun tahu itu. Para orang tua tahu, pasangan yang tidak memiliki anak tahu, bahkan seorang anak pun tahu. Sebagai orang tua, kita pasti berusaha yang terbaik untuk anak kita. Tapi tetap saja ada yang luput.
Aku melihat beberapa akun parenting lokal dan saran yang diberikannya. Secara umum, ada beberapa saran yang cukup sering diulang:
- Sediakan waktu untuk anak
- Bila perlu, katakan dengan suara tegas
- Berikan pujian pada anak
- Menjadi teman bagi anak
- Tunjukkan perhatian dan kasih sayang
- Berikan contoh dan teladan
- Jangan membandingkan
- dan lain-lain
Dalam perbincangan dengan beberapa teman, aku mendengar kalau mereka merasa menjadi seorang People Pleaser. Sulit mengatakan tidak, merasa bersalah jika tidak dapat membantu, sulit menetapkan batasan, dan lain-lain.
Biasanya, hal ini disebabkan karena pola asuh orang tua semasa kecil. Misalnya, orang tua yang sering membandingkan atau orang tua yang sulit memberikan pujian. Seakan-akan, anak perlu menjadi orang yang membanggakan setiap waktu agar mendapat pengakuan.
Tapi bukan itu yang akan kita bahas di sini. Bahkan meskipun orang tua selalu bersikap baik pada anaknya, dan melaksanakan saran yang sering ditemukan di akun parenting, ada satu hal yang kadang terlewat oleh orang tua:
Menunjukkan Pada Anak Bahwa Mereka Prioritas
Tidak banyak orang yang menyarankan (dan mengingatkan orang tua) bahwa anak perlu tahu mereka adalah prioritas. Alasannya mungkin sederhana, karena orang tua pasti memprioritaskan anaknya.
Sayangnya, tidak semua anak memahami hal tersebut. Sebagai gambaran, ini beberapa contoh yang kutemukan dalam hidup orang di sekitarku. Mungkin kamu punya cerita yang berbeda.
Orang Tua yang Bekerja
Seorang ayah (atau ibu) berpikir bahwa mereka perlu memberikan kehidupan yang layak pada anak mereka. Mereka berpikir bahwa kehidupan yang layak bisa dicapai dengan finansial yang stabil dan uang yang cukup. Jadi mereka bekerja.
Mereka berpikir kalau mereka bekerja untuk anak dan keluarga. Sebab prioritas mereka adalah anak dan keluarga. Tapi apa seorang anak bisa memahami hal tersebut? Belum tentu.
Dalam benak anak-anak, mereka hanya tahu kalau orang tuanya selalu sibuk sepanjang waktu. Anak-anak hanya tahu bahwa saat mereka perlu, orang tua mereka tidak ada. Itu saja.
Orang Tua yang Berjiwa Sosial
Orang tua dengan orientasi sosial juga mungkin melakukan kesalahan ini. Mereka berpikir bahwa kebaikan adalah hal yang penting. Jika mereka melakukan banyak kebaikan, kebaikan tersebut akan kembali. Jika bukan pada mereka, maka pada anak-anak mereka.
Mereka menabung kebaikan agar anak mereka tidak mengalami hidup yang sulit. Agar suatu hari, anak mereka selalu mendapatkan bantuan ketika diperlukan.
Tapi anak-anak tidak paham itu. Anak-anak hanya paham kalau orang tuanya senang membantu orang lain. Tapi sering tidak memiliki waktu untuk mereka. Pada awalnya, setiap anak akan berpikir kalau orangtuanya luar biasa. Tapi semakin dewasa, anak bisa mulai membangun kesepian yang sulit dijelaskan.
Orang Tua yang Berorientasi Akhirat
Mungkin tidak banyak orang tua seperti ini, tapi ada. Sebagian orang tua berpikir jauh ke depan, ke akhirat. Mereka berpikir bahwa kebersamaan yang sesungguhnya adalah kebersamaan di akhirat. Bersama-sama di surga.
Maka mereka melakukan banyak kebaikan, menyebarkan pesan agama ke banyak orang, menabung akhirat. Mereka melakukan hal tersebut tentu saja untuk anaknya. Sebab anak mereka adalah prioritas. Tapi mereka tidak ingin kebersamaan tersebut hanya ada di dunia.
Bagi anak-anak, orang tua mereka tentu saja hebat. Anak-anak selalu bangga pada apapun yang dilakukan orang tua mereka. Tapi anak-anak tidak berpikir sejauh itu. Anak-anak tidak memahami konsep abstrak akhirat meski tahu.
Meski anak-anak selalu mengizinkan orang tuanya pergi, tetap saja mereka tidak memahami hal tersebut. Yang mereka tahu, orang tua mereka tidak selalu ada saat mereka perlu. Dan lagi-lagi harus selalu menunggu hingga orang dewasa punya waktu untuk mereka.
Orang tua seperti ini mungkin adalah orang tua ideal. Mereka merasa selalu memenuhi kebutuhan anaknya. Tidak pernah marah tanpa alasan, tidak pernah membandingkan, supportif, mampu menjadi teladan, dan berbagai karakteristik orang tua ideal lainnya.
Tapi mereka lupa menunjukkan pada anak bahwa anak mereka adalah prioritas. Mereka lupa bahwa anak tidak memahami konsep jauh dan abstrak. Mereka lupa untuk tidak membuat anak menunggu dan memahami mereka. Itu saja.
Anak-anak seperti ini, mungkin bisa tumbuh menjadi anak yang mandiri dan terlihat baik-baik saja. Tapi di dalam hatinya, mereka tetap bisa tumbuh dengan membawa luka masa kecil. Tidak semua memang.
Sekali lagi, menjadi orang tua memang tidak mudah. Tapi anak kita tidak lahir ke dunia untuk meringankan tugas kita sebagai orang tua.