Sepanjang hidup, kita selalu merasa kalau orang tua adalah figur paling sempurna dalam kehidupan. Ayah yang cinta pertama, ibu yang seperti malaikat. Seiring waktu, kita semakin ingin menjadi seperti orang tua kita. Ingin memiliki pekerjaan seperti mereka, memiliki pasangan seperti mereka, dan lain sebagainya.
Namun, pada satu masa, kita menyadari kalau orang tua kita bisa saja salah. Kita menyadari bahwa ada perasaan sepi dalam diri. Kita menyadari bahwa ada anak kecil dalam diri kita yang diam bersembunyi di sudut. Tidak tahu kenapa.
Tapi... apa kita benar-benar tidak tahu? Atau tidak mau mengakui saja?
Kita tahu kalau ada banyak hal yang tidak menyenangkan di masa lalu. Didikan orang tua yang terasa kasar, janji yang tidak selalu ditepati, waktu penantian yang lama. Mungkin hanya salah satunya, mungkin juga semuanya.
"Tapi tidak! Orang tua kita tidak salah. Mereka telah melakukan yang terbaik." Ada suara kecil yang bilang begitu. Lalu kita berpikir bahwa mungkin kita lah yang salah. Mungkin kita yang memang kurang bersyukur.
Saat aku kecil, ada sebuah nasehat yang mungkin terasa benar. Seorang teman bilang, "Jangan baca buku parenting, nanti kita malah menyalahkan orang tua!"
Lalu selama bertahun-tahun aku selalu menahan diri dari setiap buku parenting yang ada. Meski begitu, sebagian besar tulisan yang kutemui selalu mengatakan bahwa didikan orang tua di masa kecil bisa jadi sebab berbagai masalah yang kita alami di masa selanjutnya. Self-esteem yang rendah, ketidak mampuan bilang tidak, boundaries yang rapuh, dan lain sebagainya.
Meski begitu, aku masih menolak kalau orang tuaku mungkin melakukan kesalahan.
Tidak mudah memang untuk mengakui kalau orang yang kita kagumi memiliki kesalahan. Mungkin karena kita melihat segala hal secara ekstrem.
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Kita terbiasa memahami bahwa orang hanya bisa menjadi baik seutuhnya atau buruk sama sekali. Padahal, seperti banyak hal lain di muka bumi, manusia juga memiliki spektrum. Punya satu dua kesalahan tidak membuat seluruh kebaikan hilang. Orang tua kita adalah manusia biasa. Sama seperti kita.
Mengakui kesalahan orang tua tidak selalu berarti kita berhenti mencintai. Kita hanya perlu jeda sejenak. Memahami apa yang terjadi. Mengakui kesedihan dan mungkin kemarahan yang kita punya. Untuk kemudian mencintai lagi seutuhnya.
Sebagaimana orang-orang lain yang kita cintai. Kita tahu mereka punya kesalahan, kita mengalami pergolakan, hingga akhirnya menerima mereka seutuhnya. Entah itu teman atau kekasih.
Tapi pada orang tua? Kita tak bisa memilih siapa orang tua kita. Kita mengenal mereka sejak kita belum bisa berpikir banyak. Karena itu, pergolakan batin baru terasa saat kita memasuki usia dewasa. Kita tidak membenci mereka, hanya mengakui bahwa mereka juga manusia yang bisa salah. Lalu belajar menerima mereka apa adanya untuk kemudian mencintai lagi dengan utuh.
Itu saja.